pay to click

Get paid To Promote at any Location

Jumat, 10 Desember 2010

proses pewarnaan

                                                   PROSES EKSTRAKSI (Proses Pengambilan ZWA dari Sumbernya)
Daun tom/nila (indigofera tinctoria L.) arah warna biru
Cara Membuat Pasta Indigo:
  1. 1 kg daun indigo segar (dengan rantingnya) direndam dalam 5 liter air, usahakan daun berada dibawah permukaan air
  2. Setelah ± 10 jam, mulai terjadi proses fermentasi yang ditandai dengan adanya gelembung gas dan warna biru (larutan berwarna hijau).
  3. Proses fermentasi selesai apabila gelembung gas tidak timbul lagi, dan air berwarna kuning kehijauan. Biasanya perlu waktu sekitar 24-48 jam.
  4. Masukkan 20-30 gram bubuk kapur cair.
  5. Rebus larutan selama ½ jam-1 jam.
  6. Selama pengeburan, terjadi pembuihan hebat berwarna biru. Pegeburan dihentikan setelah tidak terjadi buih permanen dan berwarna biru pudar, yang merupakan indikasi bahwa indigo sudah mulai mengendap.
  7. Diamkan cairan selama ± 24 jam (Proses Pengendapan).
  8. Pisahkan air dari endapannya yang sudah berbentuk pasta (saring dengan kain halus).
  9. Simpan pasta indigo pada tempat kering dan sejuk.
  10. Usahakan jangan terpapar sinar matahari.
Pembuatan Zat Warna Indigo
  1. Larutkan 1 kg pasta indigo dalam ± 10 liter air.
  2. Saring dan buang residunya.
  3. Tambahkan ½ kg gula jawa cair dan ½ gelas aqua/satu genggam tunjung dan dicairkan.
  4. Tambahkan 1 liter air kapur baru.
  5. Aduk secukupnya sampai tercampur semua.
  6. Diamkan dan tutup selama ± 24 jam.
  7. Lihat bila cairan berwarna kuning kehijauan, berarti ZWA tersebut siap untuk digunakan.
PROSES MORDANTING
Beberapa zat warna akan cepat pudar warnanya tanpa proses mordanting.
Resep mordanting untuk 500 gram kain katun.
  1. Kain direndam dalam larutan 2 gram/liter air dan TRO selama semalam.
  2. Cuci bersih.
  3. Rebus dalam air yang mengandung 100 gram tawas dalam soda abu (30 gram) selama 1 jam.
  4. Keringkan dan siap di warna alam.
CARA PEWARNAAN DENGAN ZWA INDIGO
  1. Kain yang sudah dibasahi dicelupkan pada zat pewarna bersuhu dingin,
  2. Kemudian dijemur di tempat yang teduh dan dalam keadaaan setengah kering, celup berulang-ulang hingga sesuai ketuaan warna yang dikehendaki (minimal 5 x).
  3. Setelah kering , kain tersebut di fiksasi dengan (larutan air cuka + jeruk nipis).
  4. Cuci bersih dan jemur di tempat sejuk dan tidak terpapar sinar matahari.
PEMBUATAN LARUTAN FIKSASI
Pada akhir proses pewarnaan alam, ikatan antara zat warna alam yang sudah terikat oleh serat masih perlu diperkuat lagi dengan garam logam seperti tawas (K (SO4)2), kapur (Ca (OH)2) dan tunjung (FeSO4). Selain memperkuat ikatan, garam logam juga berfungsi untuk mengubah arah warna ZWA, sesuai jenis garam logam yang mengikatnya.
Pada kebanyakan warna alam, tawas akan memberikan arah warna yang sesuai dengan warna aslinya, sedangkan tunjung akan memberikan arah warna lebih gelap/tua.
Pada pewarnaan dengan indigo, fiksasi yang digunakan ialah dengan larutan air cuka 0,5 ml/l dengan ditambahkan 1 buah jeruk nipis/ 20 l.
proses pewarnaan batik dengan indigo

Rabu, 24 November 2010

asal mula batik

Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.
Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri.
Perkembangan Batik di Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Proses pembuatan batik
Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.
Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.
Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.
Batik Pekalongan
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.
Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.
Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.
Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni batik.
Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil pengaruh dari berbagai negara tersebut yang kemudian dikenal sebagai identitas batik Pekalongan. Motif itu, yaitu batik Jlamprang, diilhami dari Negeri India dan Arab. Lalu batik Encim dan Klengenan, dipengaruhi oleh peranakan Cina. Batik Belanda, batik Pagi Sore, dan batik Hokokai, tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang.
Perkembangan budaya teknik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh negara-negara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke masa.
Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kotamadya Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.
Pasang surut perkembangan batik Pekalongan, memperlihatkan Pekalongan layak menjadi ikon bagi perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman dan selalu dinamis. Kini batik sudah menjadi nafas kehidupan sehari-hari warga Pekalongan dan merupakan salah satu produk unggulan. Hal itu disebabkan banyaknya industri yang menghasilkan produk batik. Karena terkenal dengan produk batiknya, Pekalongan dikenal sebagai KOTA BATIK. Julukan itu datang dari suatu tradisi yang cukup lama berakar di Pekalongan. Selama periode yang panjang itulah, aneka sifat, ragam kegunaan, jenis rancangan, serta mutu batik ditentukan oleh iklim dan keberadaan serat-serat setempat, faktor sejarah, perdagangan dan kesiapan masyarakatnya dalam menerima paham serta pemikiran baru.
Batik yang merupakan karya seni budaya yang dikagumi dunia, diantara ragam tradisional yang dihasilkan dengan teknologi celup rintang, tidak satu pun yang mampu hadir seindah dan sehalus batik Pekalongan.

Minggu, 14 November 2010

teknik batik warna alam

Proses pembuatan batik warna alam sebenarnya tidak susah, hanya saja memerlukan ketelatenan dan kesabaran. Umumnya untuk menghasilkan warna yang kita inginkan diperlukan waktu yang tidak sebentar. Kita akan menghabiskan waktu berhari-hari bahkan hingga hitungan minggu.

Bahan untuk pewarnanya sendiri didapat dengan cara mengekstrak bagian-bagian dari tumbuhan penghasil celup, seperti batang, kulit kayu, daun, akar-akaran, bunga biji-bijian, buah-buahan, dan getah pohon. Pengekstrakan dapat dilakukan baik pada temperatur rendah maupun tinggi dengan menggunakan air sebagai pelarut.

Pembuatan batik warna alam terbagi tiga jenis yaitu bejana (rebus), fermentasi (pembusukan), dan direct (langsung). Agar bahan-bahan yang kita gunakan bisa menempel kuat di kain, proses pewarnaan harus dibantu dengan apa yang disebut fiksasi. Jenis fiksasi ada tiga, yaitu :
1. Kapur : untuk menghasilkan warna yang muda atau terang
2. Tawas : untuk memperoleh warna dasar atau asalnya
3. Tunjung : agar menghasilkan warna yang lebih tua.

Bagian terpenting dalam proses pewarnaan alami ini disebut mordanting. Bisa dikatakan, berhasil atau tidaknya suatu proses pewarnaan tergantung dari proses mordanting. Itu sebabnya mordanting harus dilakukan secara hati-hati, akurat, dan tidak terlalu cepat, agar menghasilkan warna yang stabil.

Pada dasarnya mordanting dilakukan untuk menghasilkan warna-warna permanen. warna-warna mordan yang umum digunakan adalah alum, chrome, iron, tin, lime, dan tannin. Namun yang biasa digunakan adalah alum (Potassium aluminium sulphte), iron (Ferrous sulphat/copperas/green vitriol), lime (Ca Co3), dan tannin, karena bahan ini aman digunakan.

Kamis, 28 Oktober 2010

Cara Merawat Batik dengan Pewarna Alam  Batik yang dicelup menggunakan pewarna alami memang lebih cepat pudar dibanding dengan menggunakan pewarna kimiawi, karena batik dengan pewarna alami tidak mengalami proses fiksasi (penguncian warna) yang maksimal. Kain batik dengan pewarnaan alami membutuhkan penanganan khusus dibanding kain batik biasa. Untuk merawat kain batik dengan pewarna alami, caranya antara lain:      *     
   Mencuci kain batik dengan menggunakan sampo rambut. Sebelumnya, larutkan dulu sampo hingga tak ada lagi bagian yang mengental. Setelah itu baru kain batik dicelupkan.Anda juga bisa menggunakan sabun pencuci khusus untuk kain batik yang dijual di pasaran. Harap diperhatikan,anda juga tidak perlu merendamnya terlalu lama.     *     
   Kain batik jangan dicuci dengan menggunakan mesin cuci. Cara mencuci kain batik seperti ini akan membuat warna alami kain batik tak bertahan lama.     *     
   Sebaiknya Anda juga tidak menjemur kain batik berpewarna alami di bawah sinar matahari langsung.dan lebih bagus jika anda menjemurnya dalam keadaan terbalik     *     
   Bila Anda ingin memberi pewangi dan pelembut kain pada batik tulis, jangan disemprotkan langsung pada kainnya. Sebelumnya, tutupi dulu kain dengan kain pelapis lainnya lebih baik yang berwarna muda/polos, baru semprotkan cairan pewangi dan pelembut kain.     *      
  Masih dengan kain pelapis, Anda bisa menyetrika kain batik berpewarna alami tersebut. Jangan menyetrika langsung pada kainnya karena ini bisa memengaruhi warna motifnya.     *       
Anda sebaiknya juga tidak menyemprotkan parfum atau minyak wangi langsung ke kain atau pakaian berbahan batik berpewarna alami.

produk kami tulis dan kombinasi warna alam